Tabalong |detektifinvestigasigwi.com- “Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar DPRD Kabupaten Tabalong di ruang rapat Komisi III berlangsung tegang,(11/112025). Pertemuan yang menghadirkan unsur serikat pekerja dan pihak perusahaan tersebut sempat diskors selama satu jam akibat ketegangan antara perwakilan buruh dan perusahaan.
RDP yang dipimpin langsung oleh Ketua DPRD Kabupaten Tabalong, Reza, didampingi pimpinan Komisi I, II, dan III ini menghadirkan sejumlah pihak, antara lain Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Tabalong, Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Tabalong, DPC FSP KEP KSPI Kabupaten Tabalong, DPC SPSI Kabupaten Tabalong, PUK SP KEP KSPI SIS Admo, PT Saptaindra Sejati, PT Adaro Indonesia, serta perwakilan dari Polri dan TNI.
Ketegangan muncul ketika Ketua DPC FSP KEP KSPI Kabupaten Tabalong, Syahrul S., menggebrak meja lantaran perwakilan dari PT Saptaindra Sejati dan PT Adaro Indonesia yang hadir dianggap tidak memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan. Akibat situasi tersebut, pimpinan rapat memutuskan untuk men-skors RDP selama satu jam agar pihak perusahaan dapat berkoordinasi dengan manajemen yang berwenang.
Namun, setelah rapat dilanjutkan, pihak PT Saptaindra Sejati tetap belum dapat memberikan keputusan pada hari yang sama. Menyikapi hal itu, Syahrul meminta agar RDP dijadwalkan ulang, dengan harapan pertemuan berikutnya dihadiri oleh pihak yang benar-benar bisa mengambil keputusan.
Ketua DPC FSP KEP Tabalong, SYAHRUL S dan Ketua PUK SP KEP SIS Admo M. Riyadi Memberi Arahan kepada Anggota Yang Hadir di Rapat Dengar Pendapat
Meski rapat ditunda, Syahrul tetap menyampaikan sembilan tuntutan utama serikat pekerja, yaitu :.PT Adaro Indonesia diminta merevisi sanksi SPDK Lubang 6, yang melarang pekerja bekerja selama 5 tahun di wilayah PT Adaro Indonesia, Kabupaten Tabalong.
PT Saptaindra Sejati diminta menghentikan proses perselisihan hubungan industrial terhadap sdr. Hariyadi dan sdr. Slamet Hariyanto.
PT Saptaindra Sejati diminta mengubah roster kerja dari pola 6:7:1 menjadi 3:4:1.
Reformasi pajak perburuhan: menaikkan PTKP menjadi Rp7.500.000 per bulan, menghapus pajak pesangon, pajak THR, pajak JHT, serta diskriminasi pajak terhadap perempuan menikah.
Menghapus sistem outsourcing dan menolak upah murah. Serikat menuntut kenaikan Upah Minimum 2026 sebesar 8,5%–10,5%, serta mencabut PP No. 35 Tahun 2021 tentang pekerja alih daya.
Mendesak pemerintah untuk mengesahkan RUU Ketenagakerjaan yang lebih melindungi pekerja/buruh.
Mendesak pengesahan RUU Perampasan Aset sebagai langkah pemberantasan korupsi.
Meminta PT Adaro Indonesia menyiapkan data perubahan dari PKP2B menjadi IUP Khusus, termasuk luas wilayah yang berubah, agar selisihnya dapat diserahkan ke Pemerintah Kabupaten Tabalong untuk mendukung program ketahanan pangan.
Meminta PT Adaro Indonesia segera membayar BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan) dan PBB yang belum diselesaikan.
Syahrul secara tegas menekankan pentingnya poin kesembilan. Ia menyatakan bahwa sejak beroperasi di Kabupaten Tabalong, PT Adaro Indonesia belum pernah membayar BPHTB, padahal lahan yang digunakan telah dibeli dari masyarakat.
“Jangan sampai masyarakat Tabalong yang menanggung atau dianggap berhutang pajak PBB. Tanah mereka sudah dibeli oleh perusahaan, jadi sudah seharusnya PT Adaro membayar BPHTB tersebut. Itu amanat undang-undang,” tegas Syahrul kepada awak media.
Menutup pernyataannya, Syahrul menegaskan bahwa pada pertemuan berikutnya harus ada kejelasan dan hasil konkret.
“Kalau tidak ada kejelasan, janganlah salahkan saya kalau saya bergerak,” pungkasnya Iswandi
(Tim/Red/Sumber : Kopitv.id)

















