Pangandaran |detektifinvestigasigwi.com- Dugaan praktik pungutan liar (pungli) dan tiket palsu di kawasan wisata Pantai Barat Pangandaran masih menjadi sorotan tajam publik. Tedi Yusnanda N., Direktur Eksekutif Sarasa Institute, menilai penanganan kasus ini sangat berpotensi menguap, atau kalaupun terbongkar, hanya berhenti pada tataran operator lapangan semata. Sistem dan struktur yang melanggengkan praktik ini, kata Tedi, justru kerap dibiarkan tetap utuh. Jum’at, (18/07/2025).

Scroll Untuk Lanjut Membaca
Kasus Tiket Masuk Bisa Menguap, Bupati Perlu Lakukan Koreksi Menyeluruh Dari Warisan Dosa Masa Lalu.

“Kami melihat sinyal kuat bahwa hanya pelaksana teknis di lapangan yang dikorbankan. Padahal dugaan kebocoran PAD dari tiket masuk area wisata yang tidak masuk ke Kas Daerah ini sangat sistematis. DPRD sebagai lembaga Politik anggaran juga terlihat tidak menunjukkan sense of crisis. Tidak ada tanda-tanda investigasi kelembagaan, apalagi pembentukan Panitia Khusus (Pansus),” ujar Tedi.

Kritik juga diarahkan pada langkah penghentian ratusan petugas parkir yang dilakukan secara mendadak oleh Pemerintah Kabupaten Pangandaran. Menurut Tedi, langkah ini justru bersifat simptomatik, bukan menyasar akar persoalan tata kelola dan Pengawasan Retribusi Daerah.

“Penghentian petugas itu solusi instan. Padahal, kita tidak tahu sejauh mana mereka bekerja dalam sistem yang buruk dan tidak transparan. Ketika hanya petugas lapangan yang disalahkan, kita melanggengkan budaya impunitas struktural,” tegasnya.

Sarasa Institute menilai, dalam konteks ini, posisi Kapolres Pangandaran yang baru, AKBP Andri Kurniawan, menjadi strategis. Sikap tegas dan keberanian untuk mengusut kasus ini tanpa tebang pilih akan menjadi sinyal penting bagi masyarakat bahwa penegakan hukum berjalan. Lebih dari itu, dukungan terhadap Bupati Citra Pitriyami, yang baru saja dilantik, menjadi krusial.

“Ini momen penting bagi Ibu Bupati untuk menunjukkan bahwa pemerintahannya tidak terikat dan tidak tersandera oleh beban masa lalu. Jangan sampai dosa sistemik warisan lama menjadi tanggungan Pemerintah baru. Ini saatnya membersihkan birokrasi dari sisa-sisa kultur permisif dan mental rente,” tegas Tedi.

Tanggung jawab pemerintahan baru, lanjutnya, diatur jelas dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, khususnya pada Pasal 67 huruf b, yang menyebutkan bahwa Kepala Daerah berkewajiban “menegakkan seluruh peraturan perundang-undangan di daerahnya”. Lebih lanjut, Pasal 57 UU yang sama menegaskan bahwa Pemerintahan Daerah memiliki kewajiban menjalankan fungsi pemerintahan yang bersih, efektif, dan akuntabel.

Konteks ini juga relevan dengan semangat kampanye Bupati Citra Pitriyami yang mengusung tagline “Melesat: Melanjutkan Lebih Pesat”. Namun, menurut Sarasa Institute, percepatan dan lompatan pembangunan hanya mungkin terjadi jika terlebih dahulu dilakukan koreksi terhadap warisan tata kelola yang menyandera ruang gerak pemerintahan baru.

“Tagline ‘melanjutkan lebih pesat’ seharusnya tidak berarti mempertahankan hal-hal yang justru menjadi penghambat. Jika tidak dibersihkan dari sumbatan birokrasi dan kebocoran anggaran, maka lompatan akan menjadi langkah mundur. Bupati harus berani melakukan audit menyeluruh dan restrukturisasi sistem PAD, agar tidak ada lagi potensi permainan di sektor-sektor vital,” ungkap Tedi.

Pihaknya juga mendorong adanya partisipasi masyarakat dan transparansi penuh dalam proses investigasi serta pembenahan sistem. “Pemerintahan baru harus membuka ruang dialog publik, membentuk tim investigasi independen dan mengumumkan hasilnya secara terbuka. Ini bukan hanya soal tiket, tapi soal bagaimana kita memaknai reformasi birokrasi secara nyata,” pungkasnya.

Dengan tekanan fiskal akibat defisit APBD dan target peningkatan Pendapatan Asli Daerah yang tinggi, kasus ini menjadi ujian awal integritas pemerintahan baru. “Akankah warisan masa lalu dibersihkan, atau justru dijadikan beban bersama yang merusak kepercayaan publik? Pangandaran kini menanti jawaban tegas dari pemimpinnya”, ujar Tedi menutup wawancara.

(Red/Tim)

Reporter: GWI Aceh Perwakilan GWI Aceh