Scroll Untuk Lanjut Membaca
Tersingkap Gelap di Balik Jubah Ustad: Riki Dipaksa Cerai, Ayu Diisolasi, Ustad Salamun Diduga Gunakan Kekuasaan Agama Secara Brutal

Brebes – Senin, 07 Juli 2025
Laporan Khusus Tim Detektif Investigasi GWI

 

detektifinvestigasigwi.com | Sebuah kisah memilukan dan mencengangkan kembali terjadi di tanah Brebes, tepatnya di Desa Grinting dan Kluwut, Kecamatan Bulakamba. Kali ini bukan soal kriminal biasa, melainkan drama kelam rumah tangga yang diliputi kekerasan, tekanan psikologis, manipulasi keagamaan, dan dominasi orang tua berkedok “tokoh agama.”

Riki, seorang nelayan sederhana, hanya ingin hidup tenteram dengan istri dan anaknya. Namun apa daya, cintanya terhadap Ayu, istri sahnya, digerus habis oleh tangan dingin Ustad Salamun—mertuanya sendiri—yang tak hanya menolak mereka hidup bersama, tapi bahkan menginisiasi perceraian secara sepihak dan ekstrem.

 

Mertua Jadi Algojo Rumah Tangga: Dalih Agama Dipakai, Kekerasan Dilegalkan

Dalam investigasi langsung tim DetektifInvestigasiGWI.com, kami menemukan bukti-bukti bahwa Ustad Salamun tidak sekadar tidak merestui, namun telah menjadi sosok yang sangat dominan dan represif dalam pernikahan anaknya sendiri.

Ustad Salamun mengakui di hadapan saksi dan awak media bahwa dirinya sering memukuli Ayu, putrinya, jika ketahuan berkomunikasi dengan Riki. Bahkan, dalam satu pernyataan yang sangat mengejutkan, ia mengancam akan menyembelih Ayu jika berani kembali ke pelukan suaminya.

“Kalau masih ketemu Riki, saya jedotin kepalanya! Demi Allah dan Rasulullah, saya tidak ikhlas!” bentak Salamun saat dikonfirmasi langsung oleh wartawan kami pada Minggu malam (06/07/2025), disaksikan Ketua RT setempat.

Riki: “Saya Datang Karena Diminta, Bukan Memaksa”

Riki sendiri mengungkap bahwa dirinya datang ke rumah mertua bukan tanpa alasan, melainkan karena Ayu menghubunginya lewat pesan dan meminta dijemput. Namun setibanya di sana, ia diadang, dibentak, bahkan dipaksa pergi tanpa boleh bertemu istri dan anaknya.

“Saya datang karena Ayu minta. Tapi saya malah dipermalukan. Dihalangin, difitnah nggak kasih nafkah. Padahal tiap turun melaut, saya sisihkan buat mereka,” kata Riki dalam wawancara eksklusif.

Fakta mencengangkan lain adalah bahwa meskipun Ayu dan Riki masih sah sebagai suami istri, orang tua Ayu telah mengambil alih penuh kendali hidup Ayu, bahkan mengisolasinya. Ayu disebut sangat murung, pendiam, dan seperti hidup dalam tekanan mental saat menghadiri mediasi di Balai Desa Kluwut.

Mediasi atau Rekayasa? Ayu Terlihat Seperti Korban Tekanan

Dalam mediasi yang digelar antara keluarga Grinting dan Kluwut, dan dihadiri Kades PJ, Babinkamtibmas serta tokoh masyarakat termasuk mantan Kades Ansori, Ayu duduk dalam diam. Ekspresi wajahnya disebut beberapa saksi seperti “perempuan ketakutan.”

“Kita curiga kuat Ayu berada di bawah tekanan psikologis. Ia tidak bisa berbicara jujur,” ungkap seorang perangkat desa.

Kejanggalan lainnya, meskipun belum ada gugatan resmi dari Ayu, Ustad Salamun telah menunjuk Lebe setempat berinisial H.S. untuk mendaftarkan gugatan cerai ke Pengadilan Agama Brebes. Bukti chat permintaan pendaftaran cerai dari Ustad Salamun telah dikantongi tim kami.

Agama Dijadikan Tameng, Bukan Tuntunan

Yang paling mengerikan adalah ketika tokoh agama seperti Ustad Salamun, yang kerap berdakwah di masjid dan mushalla, justru menjadi aktor utama dalam tekanan psikologis dan kekerasan fisik terhadap anak sendiri.

Bukankah Islam mengajarkan bahwa perceraian adalah perbuatan halal yang paling dibenci Allah? Tapi kenapa Ustad Salamun justru memaksakan perceraian sebagai solusi utama, bahkan menggunakan dalih agama untuk menjustifikasi kekerasan dan pemaksaan?

Lebih parah lagi, informasi yang kami peroleh menyebutkan bahwa dalam beberapa kali ceramah, Ustad Salamun secara terbuka menyindir dan mempermalukan menantunya sendiri, seolah urusan pribadi dijadikan konsumsi publik jamaah.

Kesimpulan Investigasi: Penyimpangan Kekuasaan Religius

Kasus ini tidak bisa dilihat sebagai masalah keluarga semata. Ini adalah penyalahgunaan otoritas keagamaan, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) secara struktural, dan pelanggaran terhadap hak hidup mandiri seorang perempuan dewasa yang telah menikah.

Kami mendesak pihak berwenang, termasuk Pengadilan Agama Brebes, untuk menyelidiki proses gugatan cerai ini secara objektif, termasuk memverifikasi apakah Ayu benar-benar menginginkannya atau justru menjadi korban tekanan keluarga.

Karena jika tidak, maka ini bukan hanya soal pernikahan yang kandas. Ini soal penindasan terhadap hak asasi manusia di balik jubah dan serban.

“Ketika tokoh agama mulai main hakim sendiri dalam rumah tangga anaknya, ke mana lagi masyarakat bisa berharap keadilan?” — Redaksi Detektif Investigasi GWI

Brebes, 10 Juli 2025
Laporan: Tim Khusus DetektifInvestigasiGWI.com
“Kami Bongkar Yang Disembunyikan.”

Reporter: ZULKARNAIN IDRUS