Banjarbaru, DetektifinvestigasiGWI.com — Proses hukum perdata yang tengah berjalan di Pengadilan Negeri (PN) Banjarbaru kembali memantik perhatian publik. Robert Hendra Sulu, S.H., M.H., selaku penggugat dalam perkara ini, melayangkan protes keras atas ketidakhadiran dua tergugat utama, Pendeta Samrut Peloa, S.Th., dan Pendeta Yosep Bates Raku, S.Th., yang tidak memenuhi panggilan sidang pada Rabu, 23 Juli 2025.
Kedua pendeta tersebut merupakan pimpinan majelis jemaat GPIB Guntung Payung yang tengah berhadapan hukum terkait sengketa pengurusan lahan parkir gereja. Ketidakhadiran mereka tanpa alasan yang jelas, menurut Robert, merupakan bentuk pelecehan terhadap institusi peradilan dan mencoreng marwah Pengadilan Negeri Banjarbaru.
“Surat panggilan sudah dikirimkan dan diterima. Tidak hadir dan tidak memberi kabar adalah sikap yang tidak menghargai hukum,” ujar Robert dengan tegas.
Awal Mula Persoalan
Kasus ini bermula dari pemberian surat kuasa oleh kedua pendeta kepada Robert Hendra Sulu pada 5 Desember 2021. Kuasa itu diberikan untuk mengurus Sertifikat Hak Milik (SHM) atas sebidang tanah seluas ±2.700 m² di Kelurahan Guntung Payung yang akan digunakan sebagai perluasan lahan parkir gereja.
Setahun kemudian, seiring mutasi pendeta Yosep Bates Raku ke Bandung, jabatan ketua majelis jemaat diambil alih oleh Pendeta Samrut Peloa. Majelis jemaat baru pun kembali memberikan surat kuasa kepada Robert pada 3 November 2022.
Berbagai tahapan pengurusan tanah telah diselesaikan hingga 70%, termasuk pengecekan fisik dari kelurahan, pengukuran bidang, dan penerimaan berkas oleh BPN. Namun di tengah proses, pemilik tanah — Ari Suseno — menutup akses parkir dan menghentikan proses karena pembayaran belum diselesaikan pihak gereja.
Konflik Meningkat, Kuasa Dicabut Sepihak
Pada 10 Mei 2025, muncul surat pencabutan kuasa secara sepihak oleh kedua pendeta. Surat tersebut dinilai cacat formil karena dikeluarkan saat proses perdata tengah berlangsung. Hal ini turut menjadi perhatian karena dinilai bertentangan dengan prinsip etika dan hukum, apalagi kuasa sebelumnya dilakukan secara prodeo oleh Robert.
Sebagai bentuk itikad baik, Robert bahkan berinisiatif menemui pihak Sinode GPIB di Jakarta menggunakan biaya pribadi. Sekretaris Sinode yang ditemui menyarankan agar permasalahan disampaikan secara resmi melalui surat.
Ketidakhadiran yang Dipertanyakan
Surat panggilan sidang oleh PN Banjarbaru disebut telah diterima oleh pihak keamanan gereja pada 11 Juli dan oleh kedua pendeta pada 12 Juli 2025. Namun, saat sidang digelar pada 23 Juli 2025, keduanya tidak hadir dan juga tidak memberikan konfirmasi. Saat dikonfirmasi media melalui telepon maupun pesan singkat, tak satu pun memberikan respons.
Kondisi ini menimbulkan tanda tanya di kalangan masyarakat dan menambah tekanan terhadap pihak pengadilan untuk bersikap lebih tegas.
Proses Hukum Berlanjut
Selain proses perdata, perkara ini juga tengah bergulir secara pidana di Polres Banjarbaru. Sementara itu, PN Banjarbaru akan menjadwalkan pemanggilan ulang terhadap kedua pendeta tersebut.
“Saya harap Pengadilan Negeri Banjarbaru bertindak tegas. Ini bukan hanya soal hak saya, tapi soal wibawa hukum di negeri ini,” tutup Robert.
Perkembangan perkara ini dipastikan akan terus menjadi perhatian publik, terutama umat dan masyarakat sekitar GPIB Guntung Payung.
Banjarbaru, 25 Juli 2025
Reporter: Iswandi | Redaksi Detektifinvestigasigwi.com