Purba Lingga |detektifinvestigasigwi.com- Pada tanggal 30 juli 2025, pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB) sejatinya merupakan momen penting yang penuh harapan bagi orang tua dan calon peserta didik. Namun, di Kabupaten Purbalingga, proses ini justru menimbulkan tekanan finansial yang signifikan bagi para wali murid. Terdapat dugaan kuat praktik bisnis tersembunyi terkait penjualan bahan seragam sekolah dengan harga yang dinilai tidak wajar.
Beberapa wali murid dari berbagai jenjang SD dan SMP di Purbalingga mengonfirmasi fenomena tersebut. Mereka mengeluhkan mahalnya harga bahan seragam yang dijual melalui jalur sekolah.
“Saat memasuki tahun ajaran baru, kami harus siap dengan beban biaya sekolah anak, terutama untuk bahan seragam yang harganya sangat tinggi,” ungkap salah satu wali murid.
Keluhan serupa juga datang dari orang tua lain yang menyampaikan bahwa selain harga bahan seragam yang tinggi, biaya tambahan untuk jasa penjahitan turut memberatkan beban finansial mereka.
Menariknya, sejumlah kepala sekolah yang dikonfirmasi menyatakan bahwa praktik penjualan bahan seragam ini di di ketahui dinas pendidikan setempat.
“Kami hanya menjalankan instruksi dari Dinas Pendidikan,” ujar beberapa kepala sekolah yang memilih tidak disebutkan namanya.
Upaya konfirmasi kepada pihak penyedia bahan seragam yang dikabarkan berasal dari Magelang tidak membuahkan tanggapan.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Purbalingga, Trigun, menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah memberikan instruksi atau arahan kepada sekolah untuk menjual seragam.
“Bahkan saya sudah mengeluarkan surat edaran terakhir dengan nomor 400.3.1/0604 tertanggal 18 Maret 2025 yg ditujukan kepada semua Kepala Sekolah yg ada dijajaran Dindikbud Kabupaten Purbalingga agar sekolah tidak melakukan penjualan seragam dalam bentuk apapun, anak anak/wali murid dibebaskan untuk membeli seragam dimanapun sebagaimana d ttegaskan pada huruf C angka 1 Surat Edaran tersebut jelasnya.
Bahkan pada berbagai kesempatan sudah saya sampaikan kepada Kepala Sekolah atau Guru agar para peserta didik baru jangan dipaksakan untuk memakai seragam baru pada awal pembelajaran, mereka diperbolehkan untuk memakai pakaian SD/MI, atau nglungsur seragam yg sudah tidak digunakan oleh kakak kelas.
Subarno kepala sekolah sekaligus ketua paguyuban kepala sekolah mengatakan,”
pada prinsipnya. Sekolah hanya bersifat membantu orang tua wali dalam mencari bahan seragam bagi putra putrinya dan tidak pernah menganjurkan dan memaksakan untuk membeli di koperasi sekolah, orang tua dibebaskan untuk membeli dimana pun. Tidak ada ketentuan wajib beli di koperasi sekolah,” ungkapnya
Praktik ini mendapatkan kecaman dari berbagai pihak, termasuk kuasa hukum media Penanusantara News, Rasmono, SH. Ia menegaskan bahwa penjualan seragam oleh sekolah merupakan pelanggaran hukum yang jelas.
“Apapun alasannya, penjualan seragam oleh sekolah tidak diperbolehkan dan bertentangan dengan regulasi yang berlaku,” tegas Rasmono.
Rasmono merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010, khususnya Pasal 181 dan Pasal 198, serta Permendikbud Nomor 50 Tahun 2022 Pasal 12 Ayat (1), yang secara tegas melarang sekolah, baik secara individu maupun kolektif, untuk menjual seragam atau bahan seragam kepada peserta didik.
Dugaan komersialisasi pendidikan ini harus menjadi perhatian serius seluruh pemangku kepentingan. Alih-alih menjadi lembaga pendidikan yang mengedepankan kualitas dan kemudahan akses, sekolah justru berpotensi menjadi sumber beban finansial bagi masyarakat kecil.
(Tim Red)