Scroll Untuk Lanjut Membaca
DANA KOMITE MAN BINJAI DIDUGA UNTUK HONOR GURU: SUDIANTO DIUJI PUBLIK

Binjai  detektifinvestigasigwi.com |Dana Komite Sekolah MAN Binjai sebesar Rp275.200.000 diduga dialirkan untuk membayar honor guru dan pegawai, baik berstatus PNS maupun non-PNS. Dugaan ini mencuat setelah pengakuan langsung Bendahara Komite, Sudianto, dalam konfirmasi yang dilakukan awak media melalui pesan WhatsApp, Minggu (1/6/2025).

Sudianto mengakui bahwa dana tersebut digunakan untuk mendanai berbagai kegiatan siswa, dengan melibatkan guru dan pegawai sebagai panitia pelaksana. Yang mengejutkan, dana yang sebelumnya telah dikembalikan ke kejaksaan, kini kembali digunakan dengan dalih “menopang program sekolah”.

“Honor panitia kegiatan memang dibiayai dari komite. Setelah pengembalian uang dari kejaksaan, guru yang dulunya terima dana kini jadi panitia kegiatan siswa. Honor mereka dihitung dari dana yang dikembalikan itu,” ujar Sudianto, tanpa menjelaskan secara gamblang dasar hukumnya.

Beberapa kegiatan yang diklaim sebagai bagian dari program tersebut antara lain:

  • Khatam Al-Qur’an dan Wisuda Tahfizh Siswa Kelas XII TP 2024–2025
  • Tadabbur Alam untuk penelitian lapangan
  • Persiapan Pelatihan MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran)

Namun, yang menjadi sorotan publik adalah pernyataan Sudianto soal pembayaran guru tidak tetap (GTT) dan pegawai tidak tetap, termasuk petugas kebersihan dan penjaga malam. Total ada 33 orang yang dibayar dari dana komite.

“GTT mengajar 567 jam pelajaran. Jumlahnya 22 orang. Pegawai tidak tetap ada 11. Mereka dibayar komite,” jelasnya tegas.

Lebih lanjut, saat ditanya soal dugaan bahwa dana komite “dibagi-bagi” ke guru dan pegawai, Sudianto tidak menampik, justru mengafirmasi:

“Guru honor 22 orang dan pegawai honor 11 orang dibayar komite,” tandasnya.

Sampai berita ini diturunkan, belum ada satu pun tanggapan resmi dari Kementerian Agama maupun inspektorat terkait soal legalitas penggunaan dana komite untuk menggaji pegawai. Padahal, aturan mengenai dana komite menekankan transparansi dan peruntukan yang tidak tumpang tindih dengan anggaran resmi seperti BOS.

Penggunaan dana komite yang dikembalikan dari kejaksaan dan kini digunakan kembali, menimbulkan tanda tanya besar di tengah masyarakat: apakah praktik ini legal, etis, dan sesuai regulasi?

Sudianto kini berada di pusaran sorotan. Jawaban-jawabannya justru membuka celah kecurigaan lebih luas — apakah dana komite telah menjadi “anggaran gelap” yang bebas digunakan tanpa pengawasan memadai?

Publik menuntut transparansi penuh, audit independen, dan pengawasan dari aparat penegak hukum. Dana yang berasal dari orang tua siswa tak boleh jadi bancakan. Sekolah adalah tempat mendidik, bukan mengelola uang tanpa pertanggungjawaban.

Redaksi akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas.

Reporter: ZULKARNAIN IDRUS