Binjai, Sumut – detektifinvestigasigwi.com | Saat banyak organisasi terjebak dalam retorika dan papan nama kosong, Jami’yah Batak Muslim Indonesia (JBMI) Kota Binjai justru memberi bukti nyata. Di bawah komando Khaidir Nasution, S.Pd., MM, Dewan Pimpinan Cabang (DPC) JBMI Binjai menyelenggarakan penyembelihan satu ekor lembu kurban—bukan sebagai seremoni tahunan, tetapi sebagai simbol keberpihakan dan eksistensi di tengah umat.
Kegiatan yang berlangsung sederhana namun sarat makna ini dihadiri langsung oleh Ketua Umum DPP JBMI, KH. Arief Rahmansyah Marbun, serta Ketua DPW JBMI Sumatera Utara, Dr. Arifai Tambunan. Keduanya tak hanya datang untuk formalitas, tetapi terjun langsung ke lapangan, menyerahkan dan menyaksikan penyembelihan hewan kurban bersama kader dan masyarakat.
“Ini bukan soal jumlah hewan. Ini tentang jiwa. Tentang kehadiran,” tegas Khaidir Nasution dengan nada tajam. “JBMI masih bernapas bersama umat, bukan sekadar menggelar spanduk dan duduk di balik meja.”
Pernyataan tersebut seolah menjadi tamparan halus bagi banyak organisasi keummatan yang kini stagnan, kehilangan roh pergerakan.
Senada dengan itu, Dr. Arifai Tambunan memberikan pernyataan keras soal arah organisasi.
“Kita sedang melawan kejumudan. Umat butuh gerakan, bukan wacana. JBMI harus jadi kendaraan perjuangan, bukan organisasi yang mati suri,” ujarnya lantang.
KH. Arief Rahmansyah Marbun dan juga sebagai staf khusus presiden pun memberikan dukungan penuh terhadap semangat kader di Binjai.
“Selama para pemimpin JBMI mau turun, menyentuh akar rumput, dan tidak hanya bicara dari podium, organisasi ini akan hidup. Dan Binjai membuktikan itu. Saya bangga. Kita tidak terlepas dari Dalihan Natolu,” ujarnya dengan penuh keyakinan.
Tak berhenti di situ, DPC JBMI Binjai turut menyerahkan bibit durian “Musang King” kepada Ketua DPW dan Ketua Umum JBMI. Bibit tersebut merupakan hasil dari kebun milik kelompok tani JBMI Binjai—tanda bahwa organisasi ini juga menanam masa depan, bukan sekadar slogan.
Satu ekor lembu mungkin bukan jumlah fantastis. Tapi di tengah krisis kepedulian dan mati surinya banyak gerakan sosial, langkah kecil ini bersuara keras.
JBMI Binjai tidak tidur. Mereka bangkit. Mereka bergerak. Dan yang paling penting—mereka masih berdetak bersama umat.