Sul-Sel |detektifinvestigasigwi.com- Nama H. Haeruddin, kontraktor asal Soppeng yang pernah disebut dalam persidangan kasus gratifikasi mantan Gubernur Sulsel Prof. Dr. Nurdin Abdullah, kembali mencuat. Ia kini diduga menjadi aktor penting di balik sejumlah dinamika pengadaan barang dan jasa di kabupaten wajo.

Scroll Untuk Lanjut Membaca
Diduga Remot Pokja? H. Haeruddin, Kini Berjaya Di Wajo.

Dalam kasus Nurdin Abdullah, Haeruddin sempat diperiksa sebagai saksi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), setelah disebut memberikan uang senilai Rp1 miliar yang kemudian disimpan di rumah jabatan Gubernur Sulsel. Dalam kesaksiannya, Haeruddin berdalih dana itu murni untuk sumbangan masjid dan bukan imbal jasa atas proyek.

Meski demikian, jaksa dalam persidangan menyebutkan bahwa pemberian tersebut adalah bagian dari praktik gratifikasi yang melibatkan beberapa kontraktor besar di Sulsel.

Kini, setelah kasus tersebut berlalu, nama Haeruddin kembali menguat. Kali ini bukan di Soppeng, melainkan di Kabupaten Wajo, di mana sejumlah pengusaha lokal mencurigai adanya “tangan tak terlihat” dalam proses lelang proyek-proyek strategis. Nama Haeruddin diduga ikut disebut-sebut sebagai pihak eksternal yang memiliki daya pengaruh kuat terhadap Pokja ULP (Unit Layanan Pengadaan) Kabupaten Wajo.

Beberapa sumber menyebutkan, perusahaan-perusahaan yang berafiliasi dengan Haeruddin terindikasi mendapatkan proyek bernilai miliaran di beberapa kabupaten, termasuk Wajo.

Kini, ada pola yang mulai terbaca. Sejumlah proyek bernilai besar seperti rehabilitasi jalan, bangunan, dan infrastruktur lainnya, selalu dimenangkan oleh perusahaan tertentu yang diduga masih dalam lingkaran pengaruh pengusaha asal Soppeng itu.

Dugaan ini diperkuat oleh pernyataan dari pemerhati tender lokal yang menyayangkan lemahnya transparansi dan pengawasan terhadap proses lelang yang berlangsung di ULP Wajo.

“Kami minta agar aparat penegak hukum dan DPRD turun langsung mengawasi. Kalau benar ada aktor eksternal yang bisa meremot Pokja, ini bahaya untuk demokrasi pengadaan, “tegasnya.

Fenomena ini memunculkan kekhawatiran akan munculnya oligarki proyek, di mana hanya segelintir pihak yang menguasai jaringan pengadaan, baik di tingkat kabupaten maupun provinsi. Jika benar H. Haeruddin mampu membangun kekuatan semacam itu, maka patut dipertanyakan sejauh mana independensi Pokja ULP dalam menjalankan tugasnya.

Sementara itu, beberapa pengusaha lokal mengaku semakin sulit bersaing dalam tender, meskipun dengan penawaran dan dokumen terbaik. Mereka berharap agar Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Ombudsman, hingga aparat hukum turun menelusuri pola permainan ini.(Tim/infosbr).

Catatan Redaksi : Berita ini disusun berdasarkan hasil penelusuran terbuka, informasi publik, serta keterangan dari berbagai sumber yang kredibel. Semua pihak yang disebut berhak memberikan klarifikasi atau hak jawab secara terbuka kepada redaksi.

(Tim/Red/infosb).

Reporter: GWI Aceh Perwakilan GWI Aceh