Aceh Utara |detektifinvestigasigwi.com- Aroma busuk pengelolaan Dana Desa Gampong Blang Majron kembali menyengat. Setelah sekian kali mencuat ke permukaan, kini konflik mencapai titik nadir: Camat Syamtalira Bayu secara sepihak mencairkan Dana Desa 2025 tanpa dasar hukum yang sah, mengingkari kesepakatan yang ia sendiri fasilitasi pada 5 juni 2025.
Langkah Camat ini bukan sekadar pelanggaran administratif, melainkan bentuk pengkhianatan terhadap prinsip akuntabilitas publik, serta indikasi kuat bahwa aparat supra desa kini mulai terseret masuk dalam jaringan praktik ilegal yang diduga dikendalikan Geuchik Blang Majron, sosok yang sudah lama menjadi sorotan dalam berbagai dugaan korupsi.
Kesepakatan di langgar, dana di cairkan tanpa dokumen perubahan. Dalam rapat mediasi sebelumnya—yang dihadiri Muspika, Pendamping Desa, Imum Mukim, dan tokoh masyarakat—terjadi kompromi kritis: dokumen RKPG, APBG, dan daftar BLT buatan Geuchik yang cacat hukum, hanya digunakan sebagai syarat transfer Dana Desa dari pusat, namun tidak boleh dicairkan sebelum disusun ulang melalui musyawarah resmi dengan Tuha Peut. Dana seharusnya ditahan melalui mekanisme RPD (rencana penarikan dana) oleh camat.
Namun, alih-alih menjaga komitmen. Camat justru bertindak sebagai fasilitator pencairan ilegal, membuka akses terhadap dana publik yang semestinya dikunci hingga legalitasnya diperbaiki. Tindakan ini mengundang pertanyaan serius : Apakah camat masih berfungsi sebagai pengawas tata kelola desa, atau justru telah menjadi bagian dari mafia birokrasi di tingkat kecamatan?.
Pemerintahan desa otoriter dan tanpa partisipasi Imam Sayuti, Ketua Tuha Peut, menyatakan secara tegas bahwa tidak pernah ada pelibatan resmi dalam perencanaan dana desa tahun 2025 : “Semua dokumen disusun diam-diam oleh geuchik : dari RKPG, RAPBG, daftar penerima BLT, hingga pembentukan koperasi merah putih. Tidak satu pun rapat diadakan, ini bukan hanya pelanggaran prosedur, ini adalah sabotase terhadap demokrasi desa”.
Lebih dari itu, dalam dokumen APBG yang diduga disusun tanpa dasar hukum. Muncul pos anggaran “operasional geuchik” sebesar 3 % dari pagu dana desa, pada hal tidak satu pun regulasi membenarkan nomenklatur tersebut. Ini bentuk pengaburan, yang mengarah pada penggelapan.
Camat tahu tapi membiarkan — atau justru terlibat?, permendagri nomor 20 tahun 2018. Memberi camat wewenang, untuk menolak RAPBG dan RKPG. Yang tidak sesuai aturan, tetapi justru. Yang terjadi adalah pembiaran—,bahkan fasilitasi pencairan dana cacat hukum.
“Jika camat masih punya integritas, mengapa iya justru menandatangani proses pencairan?. Kami menduga kuat, bahwa ini bukan sekadar kelalaian. Tapi bagian dari skema besar penyimpangan dana desa”, sindir Imam Sayuti dengan nada tajam. Sejarah pelanggaran geuchik yang di biarkan.
Tahun demi tahun, geuchik blang Majron diduga terlibat dalam rentetan pelanggaran berat. Namun, hingga kini tak satu pun ditindak secara serius : Pemalsuan tanda tangan penerima BLT, dilaporkan ke polisi dengan LP/B/147/VI/2025, pencatutan nama istri dan kadus baroh sebagai KPM fiktif.
Dana jerih aparatur dipakai bayar utang pribadi geuchik, warga diminta foto pegang uang, lalu diambil kembali sebagai dokumentasi fiktif BLT. Puluhan juta BLT 2024, belum tersalurkan ke penerima sah.
Rekomendasi inspektorat aceh utara, tak pernah dijalankan.
Jika semua pelanggaran ini terus dibiarkan, apa fungsi camat, inspektorat. Dan DPMG?, apakah mereka hanya pelengkap formalitas atau sudah menjadi aktor pasif dari praktik korupsi terstruktur di akar rumput?.
Desakan hukum dan akhir dari budaya impunitas, kini masyarakat dan tuha peut menuntut : Inspektorat kabupaten aceh utara, DPMG. Dan aparat penegak hukum segera turun tangan. Audit menyeluruh dan penyelidikan atas pencairan Dana Desa yang dilakukan oleh camat.
Penonaktifan sementara geuchik dan pembekuan rekening desa hingga tuntas, jika tidak. Kepercayaan publik terhadap program dana desa, akan sepenuhnya runtuh dan desa-desa lain. Akan meniru model manipulatif ini, sebagai norma baru. Ini bukan sekadar kasus lokal, ini adalah cermin rapuhnya pengawasan pemerintahan desa di indonesia.
“Kami tidak akan berhenti. Ini bukan hanya soal uang, ini soal harga diri masyarakat dan masa depan desa kami”. Tutupnya, Imam Sayuti. Tegas dan getir, apakah negara akan membiarkan ini. Menjadi preseden?, atau akhirnya bertindak sebelum dana desa berubah menjadi ladang rampok berjamaah?.
(Jihandak Belang/Team : SR)

Scroll Untuk Lanjut Membaca
Pencairan Ilegal Dana Desa Blang Majron, Camat Diduga Terlibat Konspirasi Busuk.

Reporter: GWI Aceh Perwakilan GWI Aceh