Garut-Bung Bulang |detektifinbestigasigwi.com- Proyek pembangunan saluran irigasi di Desa Gunamekar, Kecamatan Bungbulang, Kabupaten Garut, yang dibiayai dari dana Bantuan Keuangan Provinsi Jawa Barat senilai Rp 1,8 miliar tahun 2024, kini mencuat sebagai skandal pembangunan desa terbesar. Pembangunan yang seharusnya menjadi solusi untuk pengairan lahan produktif warga, justru berubah menjadi monumen kemubaziran dan dugaan korupsi berjamaah. Rabu, 23 Juli 2025.
Bangunan irigasi yang baru dua bulan selesai, kini sudah rusak parah dan tidak bisa difungsikan. Posisi saluran air tidak sesuai kontur tanah, aliran air mandek, dan konstruksi terlihat asal jadi. Bahkan, diduga tidak ditemukan satu pun papan informasi proyek, yang seharusnya menjadi standar minimal keterbukaan penggunaan dana publik.
“Bangunan belum seumur jagung, sudah ambruk. Air tidak ngalir. Kami tak tahu siapa yang bangun dan pakai dana berapa, karena tak ada papan proyek. Semua serba tertutup”, ujar warga sekitar yang takut disebutkan namanya.
Sudah berkali-kali dihubungi oleh awak media, Kepala Desa Gunamekar Evie Eryani, S.H., memilih bungkam. Pesan tidak dibalas, telepon tidak diangkat. Dalam konteks pengelolaan dana miliaran dari negara, sikap tersebut adalah bentuk pengkhianatan terhadap prinsip akuntabilitas dan pelayanan publik. Sikap kepala desa yang lari dari pertanggung jawaban ini memperkuat dugaan bahwa telah terjadi penyelewengan anggaran yang serius dan terstruktur.
Kasi Perencanaan Desa, Saep, hanya memberikan keterangan teknis bahwa proyek irigasi dibangun sepanjang 1.000 meter, dengan tinggi-lebar 60-70 cm, namun dengan jujur menyatakan tidak tahu soal anggaran.
“Silakan tanya ke kades. Saya takut salah bicara”, katanya, seolah mengisyaratkan ada hal yang sengaja ditutup-tutupi.
Sementara Sekdes Ade Ruswandi, mengaku lebih gamblang, “Kami selalu diarahkan oleh kades, tapi arahannya sering tidak sesuai kenyataan. Saya pribadi siap jika ada audit, tapi mohon maaf tidak bisa terbuka ke media”, ucapnya dengan suara tertekan, mengisyaratkan adanya tekanan internal dan potensi ketakutan struktural.
Camat Bungbulang, Benni Yandiana, S.Sos., A.KP., M.Si., mengaku “Mengetahui pembangunan, namun tidak tahu siapa pelaksananya. Bahkan, menyebutkan bahwa posisi Kasi PMD sudah kosong selama 1 tahun 6 bulan”, tandasnya.
DPMD Kabupaten Garut yang semestinya menjadi garda terdepan pengawasan dana desa, malah menyuruh awak media menghubungi Ketua Apdesi Bungbulang, Fiki Ramdani. Fiki berdalih bahwa kerusakan proyek akibat longsor, dan menyebut bahwa anggaran irigasi adalah usulan dari anggota DPR RI Ade Ginanjar.
“Kepala desa Gunamekar tidak bisa dihubungi mungkin karena takut”, katanya enteng, tanpa mau menyentuh akar persoalan.
Selain proyek irigasi, Desa Gunamekar pada tahun anggaran 2024 juga menerima kucuran dana besar lainnya :
1. Peningkatan jalan desa Kp Cimenur–Cimangkir Rp 700 juta
2. Pembangunan TPT Sub SDA Kp Nanggerang Rp 200 juta
3. Pembinaan pemerintahan desa Rp 130 juta.
Namun sama seperti irigasi, diduga tidak ada papan informasi, dan tidak ada transparansi ke publik. Artinya, pola yang sama berulang tertutup, manipulatif, dan berpotensi fiktif.
Sejumlah regulasi yang terindikasi dilanggar :
1. UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Tidak adanya papan proyek pelanggaran keterbukaan informasi.
2. Permendagri No. 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa. Pelanggaran tata kelola keuangan, tidak transparan, tidak akuntabel.
3. UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Tipikor. Potensi korupsi markup, proyek fiktif, atau pekerjaan tidak sesuai spesifikasi yang menyebabkan kerugian keuangan negara.
4. Perpres No. 16 Tahun 2018 dan No. 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Tidak ditemukan dokumen resmi tender/penunjukan pelaksana.
Melihat besarnya anggaran, buruknya pelaksanaan, dan tidak adanya pengawasan yang berjalan, publik mendesak :
1. Kejaksaan Negeri Garut untuk segera memanggil dan memeriksa Kepala Desa Gunamekar dan perangkat terkait.
2. Inspektorat Daerah melakukan audit investigatif seluruh aliran dana desa Gunamekar tahun 2024.
3. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar menjadikan kasus ini sebagai contoh intervensi tegas terhadap dugaan korupsi di sektor desa yang kini makin masif dan tak tersentuh.
4. DPR RI untuk memeriksa dugaan politisasi usulan anggaran oleh oknum legislatif.
Skandal Desa Gunamekar bukan hanya soal irigasi rusak. Ini adalah gambaran bobroknya sistem, lemahnya pengawasan, dan bisunya penegakan hukum di akar rumput. Uang rakyat miliaran menguap, warga dikhianati, kepala desa menghilang, dan birokrasi saling lempar tangan. Jika penegakan hukum tak segera hadir, maka pesan jelas yang tertanam adalah Korupsi di desa bebas dan dilindungi.
(Red/Reporter : A. Saepul)