Binjai – detektifinvestigasigwi.com | Polemik pengelolaan dana Komite Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Kota Binjai kembali memanas. Sosok Sudianto MA, bendahara komite yang juga mantan ketua periode 2020–2022, kini berada dalam sorotan tajam publik. Ia diduga menjadi aktor kunci dalam pusaran dugaan penyelewengan dana komite senilai Rp275.200.000, yang semestinya digunakan untuk kepentingan pendidikan, bukan sebagai ladang bancakan segelintir pihak.
Kemarahan guru honorer yang merasa dimaki oleh Sudianto dan istrinya menjadi titik api terbaru dari konflik ini. Salah satu guru, yang enggan disebutkan namanya, mengaku dimarahi secara verbal oleh pasangan tersebut setelah kasus ini kembali diberitakan media.
“Kami dimaki dan ditekan hanya karena persoalan ini mencuat. Padahal gaji kami belum juga dibayarkan. Uang komite yang harusnya untuk operasional dan gaji malah dimasukkan ke rekening pribadi bendahara,” ungkapnya melalui sambungan telepon.
Yang lebih mengejutkan, dana sebesar Rp40 juta yang sudah tersedia untuk pembayaran gaji guru honorer malah ditahan, dan diduga dimanfaatkan untuk mempercantik saldo pribadi demi alasan administratif di bank.
Jejak Buram Sudianto Kembali Dipertanyakan
Sudianto bukan nama baru dalam kisruh dana komite MAN Binjai. Sebelumnya, ia juga sempat terseret dalam kasus dugaan penyalahgunaan dana BOS bersama mantan Kepala MAN Binjai, Evi. Fakta dalam penyidikan mengungkap adanya kesepakatan gelap antara keduanya. Saat itu, Kejaksaan sempat menyita dana komite yang digunakan tidak semestinya, termasuk aliran dana kepada guru PNS dalam bentuk tunjangan—sesuatu yang seharusnya tidak ditanggung oleh komite.
Setelah dana dikembalikan oleh Kejaksaan, publik justru dibuat tercengang. Sudianto kembali diangkat sebagai bendahara, seolah rekam jejak buruknya dihapus begitu saja. Tak ada transparansi, tak ada klarifikasi. Yang muncul justru kecurigaan makin kuat: apakah pengangkatan ini terkait dana yang diterima istrinya, yang juga menjabat sebagai Wakil Kepala Madrasah?
Menurut informasi yang dihimpun, istri Sudianto diduga menerima aliran dana komite sebesar Rp 22.000.000,- dan pengaruhnya diyakini menjadi alasan utama mengapa Sudianto kembali memegang posisi strategis.
Rekayasa RKAS dan Dugaan Nepotisme
Media juga mengungkap dugaan bahwa RKAS Komite tahun 2024–2025 telah direkayasa. Dana Rp 275.200.000,- yang seharusnya tidak lagi masuk dalam anggaran malah kembali dicantumkan, seolah belum pernah dibagikan. Praktik ini disebut sebagai bentuk “double counting”—penggandaan anggaran fiktif untuk menyalurkan kembali dana ke guru PNS, termasuk sang istri.
Beberapa kegiatan seperti khatam Alquran, tadabbur alam, hingga pelatihan MGMP yang diklaim menggunakan dana komite ternyata telah dianggarkan melalui dana BOS. Ini menandakan adanya tumpang tindih pembiayaan yang berpotensi menjadi pintu gelap penggelapan.
Desakan Penegakan Hukum Meningkat
Indra, mahasiswa dari BP-FKPMI Kota Medan, menyerukan agar Kejaksaan Negeri Binjai tidak tinggal diam. “Ini sudah keterlaluan. Penegak hukum tidak bisa hanya berkoordinasi—harus segera ambil tindakan nyata. Kalau tidak, kami mahasiswa siap turun aksi besar-besaran,” tegasnya.
Desakan agar Sudianto segera diperiksa juga disuarakan oleh para wali murid dan mantan pengurus komite. Diketahui, kepengurusan komite setelah masa jabatan Sudianto, yaitu Rusdi Hasibuan, memilih mengundurkan diri lantaran tak ingin ikut terseret dalam kontroversi dana yang harus dikembalikan ke guru PNS.
Sudianto Bungkam, Publik Bertanya
Hingga berita ini diturunkan, Sudianto belum memberikan pernyataan resmi. Sikap bungkamnya hanya mempertebal dugaan adanya skandal keuangan yang lebih besar di balik pengelolaan dana komite MAN Binjai.
Satu hal yang pasti: publik tidak akan tinggal diam. Ketika dana pendidikan—yang semestinya menjadi hak siswa dan pendidik—dijadikan ladang bancakan, maka kepercayaan masyarakat terhadap institusi pendidikan dan hukum sedang dipertaruhkan.
Redaksi akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas.