Bandung |detektifinvestigasigwi.com- Kementerian Ekonomi Kreatif/Badan Ekonomi Kreatif (Ekraf) memperkuat perannya sebagai katalisator dengan menyelenggarakan Business Forum Program Sinergi, Inkubasi, Akselerasi, dan Penguatan (SIAP). Acara yang digelar di Intercontinental Hotel, Bandung, pada Senin (15/12/2025) ini berhasil menghubungkan 140 badan usaha dari subsektor ekonomi kreatif dan jasa Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dengan 30 calon investor dan mitra strategis, menandai komitmen berkelanjutan dalam membangun ekosistem digital produktif.

Scroll Untuk Lanjut Membaca
SIAP Business Forum 2025, Cetak Kolaborasi Strategis, Untuk Akselerasi Ekonomi Digital Kreatif.

Forum yang mengusung tema “Investing in Digital Acceleration: Kolaborasi Menuju Ekonomi Berbasis Digital” ini dirancang sebagai wadah konkret untuk menjalin kemitraan strategis antara pelaku ekraf, penyedia jasa TIK, investor, lembaga pembiayaan, serta perwakilan sektor publik dan swasta.

Dukungan Penuh Pemerintah dan Potensi Pasar Digital Dalam sambutannya, Deputi Bidang Kreativitas Digital dan Teknologi, Muhammad Neil El Himam, menyoroti potensi besar Indonesia. “Kami memiliki talenta digital yang berkembang, ekosistem startup yang dinamis, dan pasar domestik yang luas. Program SIAP dirancang untuk mendorong potensi ekonomi kreatif berbasis digital sebagai penggerak ekonomi Indonesia,” ujarnya.

Beliau menambahkan bahwa ekonomi kreatif mencakup produk dan jasa, dengan subsektor jasa TIK didorong menjadi tulang punggung transformasi ekonomi nasional. “Subsektor ini tidak hanya menjadi enabler, tetapi juga pencipta nilai tambah, lapangan kerja berkualitas, dan motor pertumbuhan berbasis inovasi,” tegas Deputi Neil.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menguatkan optimisme tersebut, dengan indeks pembangunan subsektor jasa TIK meningkat 5,90 poin pada 2023. Pertumbuhan startup di Indonesia juga mencatatkan lebih dari 2.560 perusahaan pada 2024.

Direktur Jasa TIK, Abdul Malik, menjelaskan bahwa forum ini merupakan bagian dari fasilitasi berkelanjutan. “Kami memberikan pendampingan mulai dari inkubasi melalui proses open bidding dan kurasi, hingga mendorong startup masuk ke tahap akselerasi untuk menjadi badan usaha yang mandiri,” jelasnya.

Partisipasi daerah menjadi kekuatan forum ini. Dari 140 badan usaha, tercatat 20 perwakilan dari Aceh, 75 dari Jawa Barat, serta perwakilan dari Banten, DIY, dan Jawa Tengah. Kepala Biro Perekonomian Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Barat, Budi Kurnia, menyampaikan dukungan penuh. “Nilai investasi sektor ekraf di Jawa Barat mencapai Rp 44 triliun dengan potensi pasar 50,7 juta jiwa. Kami mendorong inovasi agar produk ekraf lokal semakin kompetitif,” ungkapnya.

Acara ini juga dihadiri oleh Sekretaris Deputi Bidang Kreativitas Digital dan Teknologi, Sabartua Tampubolon; Direktur Gim, Luat Sihombing; Direktur Arsitektur dan Desain, Sabar Norma Megawati Panjaitan; serta jajaran pimpinan bisnis, lembaga keuangan, dan venture capital.

Smart Money : Fondasi Pendanaan Startup Era Baru Sesi khusus Talkshow “Smart Money & Masa Depan Pendanaan Startup” menegaskan pergeseran paradigma pendanaan. Diskusi selama 60 menit ini dipandu oleh Ir. Soegiharto Santoso, SH. (Hoky), Ketua Umum Asosiasi Pengusaha TIK Nasional (APTIKNAS), Ketua Umum APKOMINDO, dan Sekretaris Jenderal PERATIN.

“Pendanaan hari ini bukan lagi easy money. Investor semakin selektif, dan startup harus menunjukkan kesiapan, visi jangka panjang, serta kemampuan kolaborasi strategis,” ujar Hoky membuka diskusi.

Panel menghadirkan tiga narasumber utama: Rifki Reinaldo, CEO MSBU Artha Investama; Kevin Wijaya, Director of Indonesia Office CyberAgent Capital; serta Rexi Christopher, Venture Partner inti 6. Mereka sepakat bahwa meskipun potensi ekosistem startup Indonesia besar, pendekatan investasi kini lebih disiplin dan berkelanjutan.

Rifki Reinaldo menegaskan bahwa dari perspektif investment holding, startup digital dipandang sebagai mitra strategis jangka panjang. Selain pendanaan, MSBU Artha Investama juga memberikan smart money berupa akses ke jaringan bisnis, pengalaman industri, serta dukungan dalam penguatan tata kelola dan strategi ekspansi.

Sementara itu, Kevin Wijaya memaparkan pandangan global CyberAgent Capital terhadap posisi startup Indonesia di Asia. Menurutnya, kualitas founder menjadi faktor kunci dalam investasi tahap awal, bahkan sering kali lebih menentukan dibandingkan produk atau traction semata. Ia juga menyoroti kesalahan umum startup saat pitching, seperti kurangnya kejelasan proposisi nilai dan pemahaman pasar.

Dari sisi kesiapan founder dan keberlanjutan bisnis, Rexi Christopher menekankan pentingnya kesiapan mental dan operasional sebelum mencari pendanaan eksternal. Ia menyampaikan bahwa investor saat ini mencari startup yang tidak hanya mampu tumbuh cepat, tetapi juga memiliki strategi keberlanjutan yang matang.

Keberhasilan sesi ini juga menegaskan peran aktif APTIKNAS dalam ekosistem. Hoky menyampaikan kebanggaannya karena salah satu narasumber, Rifki Reinaldo, adalah anggota APTIKNAS. Sementara itu, operasional acara dipimpin oleh Aditya Adiguna dari Naganaya, selaku Executive Officer (EO) yang juga merupakan pengurus DPP APTIKNAS. Dukungan organisasi semakin terlihat dengan kehadiran jajaran pengurus lainnya, seperti Hartanto Sutardja, Yuliasiane Sulistiyawati, dan Maulis Taufik Kosasih serta Raden Mas Bama Nurcahyo.

Diskusi berlangsung dinamis dengan interaksi peserta, membahas peran pemerintah dalam memperkuat pipeline startup, keseimbangan antara profitabilitas dan pertumbuhan, serta kiat menghadapi sesi business matching.

Menutup diskusi panel, Hoky menyimpulkan bahwa kemajuan ekosistem startup Indonesia ditentukan oleh kedalaman kolaborasi strategis. Fondasinya adalah pergeseran dari paradigma pendanaan konvensional menuju smart money, di mana founder harus unggul dalam teknologi, tata kelola, dan visi, sementara investor berperan sebagai mitra pengembangan aktif.

Beliau menekankan bahwa inisiatif seperti Program SIAP telah membangun platform koneksi yang krusial. Keberhasilan selanjutnya bergantung pada pendampingan berkelanjutan dan kolaborasi erat antara pemerintah pusat, daerah, akademisi, asosiasi, dan industri.

“Mari jaga momentum positif dari forum ini dengan komitmen kolektif. Tujuan kita adalah membangun startup yang tangguh, bernilai tambah tinggi, dan kompetitif secara global untuk mempercepat transformasi ekonomi digital Indonesia yang inklusif dan berkelanjutan,” pungkas Hoky.

(Red)

Reporter: GWI Aceh Perwakilan GWI Aceh